oleh: Kang Ihyaul Ulum (Ketum LDK RAFA)
Berbicara mengenai perguruan tinggi, tidak bisa terlepas dari berbagai macam dinamika didalamnya. Perguruan tinggi sejatinya hanyalah wadah belaka, bagi segenap insan yang berkecipung didalamnya. Karena itu, pencapaian mahasiswa tidak dapat di ukur dari kelas perguruan tinggi yang ia tempati. Akan tetapi, dari seberapa besar usaha mahasiswa itu sendiri.
Institut Agama Islam Al-Qolam
merupakan salah satu di antara sekian banyak perguruan tinggi di Negri ini.
Sebagai sebuah perguruan tinggi, Al-Qolam sampai saat ini masih tetap istiqomah
untuk berbenah diri. Hal ini dapat di buktikan dari berbagai macam prestasi
yang di peroleh akhir-akhir ini. Salah satunya ialah menjadi Institut terbaik se-Jawa, Bali,NTB dan NTT dalam bidang
pembedayaan SDM.Namun, hal ini
tidak di imbangi dengan kiat mahasiswnya.
Melihat Al-Qolam saat ini,
bagaikan melihat warnet raksasa yang di dalamnya berkumpul para gamer yang
sibuk dengan dunianya. Bahkan oleh sebagian besar mahasisiwi-nya Al-Qolam di
jadikan bioskop, tempat mereka menontop film Korea kegemarannya. Alhasil,
Al-Qolam kini sudah tidak di gunakan sebagai mana fungsinya. Lalu, kita atau
rektorat yang sedang tidak baik-baik saja?. Mari renungkan sejenak.
Sebagaimana halnya perguruan
tinggi lainnya, di dalam Al-Qolam juga terdapat organisasi intra kampus, yang sejatinya juga
merupakan wadah bagi mahasiwa untuk mengembangkan keilmuanya. Namun,
akhir-akhir ini organisasi intra tersebut seperti sudah kehilangan
eksistensinya, baik itu BEM, DPM, UKM dan HMJ. Sebagian besar menganggap hal
itu terjadi karena tidak adanya kejelasan mengenai warek tiga.
Ketiadaan warek tiga memang betul masih
belum menuai kejelasan, meskipun sudah begitu banyak penjelasan-penjelasan dari
pihak terkait. Namun, apakah lantas hal itu di jadikan sebagai alasan mutlak bagi hilangnya eksistensi organisasi intra, baik itu BEM, DPM, UKM, dan HMJ.
Penulis kira tidak, kita juga sebenarnya sebagai mahasiswa perlu untuk intropeksi
diri. Sudahkah kita menggunakan Al-Qolam sebagaimana fungsinya, atau kita
masih mau menfungsikan al-qolam sebagaimana yang telah penulis sebutkan di
awal tadi. Sebagai warnet raksasa dan bioskop drama korea. Penulis kira, ini
merupakan tanda tanya besar, bagi kita bersama.
Penulis sepakat, kejelasan mengenai warek
tiga harus segera di tuntaskan. Tapi, yang tidak penulis sepakati ialah, ketika
ketiadaan kejelasan itu di jadikan kambing hitam atas hilangnya eksistensi BEM,
DPM, UKM, dan HMJ kita. Kalau untuk menunggu eksistensi saja kita masih
menunggu itu, penulis kira, kita masih kurang jiwa kemahasiswaannya. Mari kita
berjuang bersama-sama mengembalikan al-qolam pada fungsinya. Sebagai perguruan
tinggi tempat berkumpulnya intelektual muda, bukan tempat gamer main bersama
atau bioskop untuk menonton dtama korea. Diakui atau tidak, kita (Mahasiswa)
juga sedang tidak baik-baik saja.
Posting Komentar